#52 Misteri Tiga Bu Joko di Tokyo: Bagian 3

Cerbung Spesial ODOP Batch 7

Bagian 3

Dua hari berlalu sejak penemuan tiga penyusup. Surat perintah pemanggilan saksi yang diajukan ke AKP Wachid sudah dikantongi. Tim Pemburu mengundang nama-nama yang terlibat dalam acara di aula Tokyo. Hari ini, mereka datang secara bergelombang ke Kantor Polisi Pusat Abstrak.

Para undangan harus menunggu di ruangan khusus, sampai Briptu Lutfi memanggil nama mereka. Untuk menjaga ketertiban, tiga puluh orang tersebut ditemani sepuluh petugas.

"Ehem! Harap yang namanya saya panggil segera berdiri dan mengikuti saya," terang Lutfi. Setiap pernyataan saksi direkam oleh kamera yang diawasi oleh petugas Lilis dan Ayu. Hingga akhirnya tiba giliran tiga nama terakhir.

"Selamat malam! Silahkan duduk." Brian membenarkan posisi duduknya. Lutfi, Lilis, dan Ayu menghela napas dalam-dalam. "Baiklah, langsung saja ke pertanyaan utama. Apa yang anda bertiga lakukan di aula Tokyo dua bulan yang lalu? Di mulai dari ... Ibu Betty, silahkan!"

"Saya ditelepon Ibu Tike, panitia acara, pada malam sebelumnya. Dia meminta saya menggantikan Ibu Yulia karena mendadak tidak bisa memberikan materi hari itu. Tapi, saat saya tiba di sana, ternyata Bu Yulia jadi datang," kata Betty menjelaskan.

Lutfi mengalihkan pandangan pada orang kedua. "Giliran anda, Bu Nio."

"Saya ... mengecek katering. Am, maksudnya saya penyedia makanan dan minuman dalam acara tersebut, Pak."

"Bagaimana dengan anda?" Tanya Brian.

"Saya datang menemui wali murid. Namanya, Bu Nyi Heni dan Bu Ane. Ada hal penting yang perlu saya sampaikan langsung kepada mereka," jawab Tanti.

"Berikutnya, apakah kalian mengenal salah satu dari keempat korban?" Brian menunjuk empat lembar foto yang tertempel di papan putih. Ketiganya diam. Memerhatikan foto secara seksama.

"Tidak, Pak!" Mereka menjawab hampir bersamaan.

Brian memijat kepalanya. "Baiklah, sudah cukup. Silahkan keluar!"

Ketiga perempuan itu berdiri dan sedikit mengangguk berpamitan.

"Tunggu sebentar!" Lutfi menghentikan langkah mereka yang hampir saja memutar gagang pintu. "Nama suami anda adalah Joko?"

"Iya-" ketiga wanita itu menjawab bersamaan. Kemudian mereka saling pandang.

"Apakah ... anda bertiga dipoligami?" Selidik Lilis.

"Ah, sepertinya tidak. Saya dan suami tinggal di luar kota Abstrak," sanggah Betty.

"Suami saya hampir setiap saat di rumah. Kami membuka toko kelontong," jelas Tanti.

"Suami saya satu kantor dengan adik saya, Pak. Jadi, kalau ada apa-apa pasti saya tahu duluan," ujar Nio sambil mengulum senyum.

***

"Huaaaaaaa! Yang benar saja! Apa tidak ada bisa dicurigai dari orang-orang ini?" Brian mengacak rambut yang cuma setinggi satu senti. Ketiga anak buahnya memutar rekaman interogasi berkali-kali. Namun, mereka hanya mendapati kejujuran yang polos.

Detak jam dinding terdengar begitu lantang. Jarum panjang menunjuk angka enam dan jarum pendek hampir sampai di angka satu.

"Pak, saya sudah selesai menyalin secara tertulis pernyataan para saksi. Silahkan tanda tangan." Lilis menandai tempat di mana Brian harus membubuhkannya.

"Kalian berdua istirahat dulu. Biar aku dan Lutfi yang lanjutkan."

Bripda Lilis dan Ayu meninggalkan ruangan Tim Pemburu menuju ruang istirahat. Mereka harus tidur sejenak untuk memulihkan lensa yang seharian berhadapan dengan radiasi monitor.

"Hei, coba perhatikan tingkah dua pria kembar ini," ujar Brian.

"Rizky dan Rifqi?"

"Hmm, bukankah mereka terlihat aneh. Lihat reaksi mereka ketika kita tunjukkan foto tiga korban pertama. Sepersekian detik ujung bibir mereka terangkat. Tapi ... Saat tiba di foto korban N, ... lihat! Mata mereka menyipit dan mulut sedikit melengkung ke atas."

"Coba saya lihat lagi identitas mereka." Lutfi mengetikkan nama mereka di pencarian database kepolisian. "Ketemu! Mereka berdua anak yatim yang dibesarkan di panti asuhan. Namun, tempat itu sudah tutup karena kebakaran lima belas tahun yang lalu. Sekarang mereka tinggal di apartemen."

"Coba lihat!" Brian memutar laptop. "Mereka bekerja di Yayasan Sosial Bina Bakat sebagai guru sejak musik setahun yang lalu. Meski sedikit mengalami keterbelakangan mental, mereka adalah pemusik yang handal."

"Hmm, para tamu udangan memiliki latar belakang yang beragam. Namun, mereka semua menyukai dunia buku, eh! Maksudnya menulis. Dan, buku karya Rahman yang diluncurkan pada acara ini, bertajuk "Manusia Amatir" yang mengisahkan kehidupan seseorang yang berjuang menjadi manusia seutuhnya," gumam Lutfi. Dia  meraih gelas kopi. "Lho? Habis? ... Pak Brian mau kopi?"

"Boleh!"

Dua pria tersebut melanjutkan lembur bersama. Berkutat dengan layar dan kertas. Mereka khawatir jika kasus ini menemui jalan buntu, maka karir mereka akan jadi taruhannya. AKP Wachid pasti memindahkan mereka ke divisi umum.

Bersambung >>

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk