#51 Misteri Tiga Bu Joko di Tokyo: Bagian 2

Cerbung Spesial ODOP Batch 7

Bagian 2

"Pak Brian, akun sosial media empat korban sudah dihapus!" Seru Bripda Lilis.

"Dihapus?!" AIPTU Brian memijat tengkuk. Memejam dan mengetuk-ketukkan jemarinya di atas meja. "Apa ini? Kenapa harus dihapus? ... Rekaman CCTV-nya bagaimana?"

"Tiga korban pertama terakhir terlihat di tiga warung kopi berbeda," jawab Bripda Ayu. "Kalau korban keempat, dia terlihat memasuki gedung parkir pada pukul 20.26," sambungnya.

"Identitas korban keempat adalah pria berinisial N, 37 tahun. Seorang wartawan lepas. Kemungkinan pelaku menaruh dendam pada korban, karena dia terkenal sebagai wartawan yang sangat kritis." Briptu Lutfi menyerahkan lembaran data korban kepada sang atasan.

"Hmm, ...." Brian mengelus-elus dagu sambil memajukan bibir satu senti. "Hasil autopsi korban N belum dikirim?"

"Itu ... Dokter Dita meminta kita datang agar dia bisa menjelaskan secara langsung, Pak." Lutfi menatap lekat perubahan air muka pria di depannya. Mencari sebuah tanda keengganan.

"Apa boleh buat!" Brian tiba-tiba berdiri sambil memukul meja, membuat Lutfi berjingkat kaget. "Kita pergi, Lutfi. Kalian berdua, lanjutkan mencari jejak digital keempat korban. Harus ada hasil ketika aku kembali."

"Siap, Pak!" Seru Lilis dan Ayu bersamaan. Mereka kembali berkutat di depan layar. Jemari mereka lekas menari cepat di atas keyboard. Beberapa kali mereka menghubungi pihak terkait untuk mencari informasi tambahan.

Sementara itu, dua petugas pria berpakaian sipil meluncur cepat dengan sedan hitam bersirine. Brian mengenakan kaos coklat dipadu dengan jaket dan celana denim hitam. Lutfi sang junior, mengenakan kaos abu-abu berlapis kemeja merah bermotif kotak-kotak, serta celana denim dark grey.

Setelah memarkir mobil di lantai dasar rumah sakit, mereka menaiki lift menuju lantai tiga. Lorong panjang rumah sakit menanti saat pintu otomatis terbuka. Langkah lebar dan cepat membawa mereka sampai di ruang autopsi dalam waktu tiga menit.

Ceklek

"Ah! Hai, selamat datang!" Perempuan berkerudung merah bertubuh kecil dan berkacamata, terbungkus jas putih, menyambut kedatangan Brian dan Lutfi dengan senyum termanis yang bisa dia buat.

"Selamat siang, Dok!" Lutfi membalas senyum. Sedangkan Brian langsung ngeloyor mendekati tubuh kaku N, setelah melirik sebentar wajah si dokter.

"Yogi! Ambilkan catatan N!" Perintah Dita pada asistennya yang tengah duduk di pojok ruangan.

"Ini, Dok!" Yogi menyerahkan lembaran kertas yang dijepit di papan mika bening.

"Thank you! Okay, aku jelaskan du-"

"Dia mati karena dicekik atau benturan kepala?" Seloroh Brian.

Hening.

"Sesi pertanyaan setelah penyampaian materi, ya ...." ujar Dita kesal. "Ehem! ... Tiga korban sebelumnya memiliki tanda kematian yang identik, yaitu: kedua sendi bahu bergeser, mati karena kehabisan napas, dan bekas hitam di leher.

Korban keempat memiliki bekas hitam karena sempat dicekik, tapi dia mati karena kepalanya ... BUM ... menghantam aspal. Dan ... lihat!" Dokter Dita menunjukkan beberapa luka lebam di tubuh korban.

"Sepertinya ada perlawanan sebelum akhirnya dia terjun bebas, fiyuuuuuuhh ...." Perempuan itu memeragakan dengan gerakan tangan meliuk dari atas ke bawah, dan tindakan itu sukses membuat bibir tiga pria di sekitarnya membentuk huruf U terbalik.

"Oke, oke! Aku paham! Terima kasih atas materinya." Brian mengode Lutfi agar mengambil berkas autopsi dari tangan Dita. Mereka berpamitan dan segera meluncur ke TKP kasus keempat untuk melihat langsung hasil kerja tim forensik.

Sedan hitam melaju cepat. Brian begitu piawai memutar kemudi dan mengendalikan tiga pedal. Bak pembalap profesional, dia menyalip kendaraan di depan dengan mulus.

Ckiiit

Decitan rem mengalihkan perhatian para petugas forensik dan warga yang mengerumuni gedung parkir. Garis polisi sudah terpasang sejak kemarin, dijaga ketat beberapa petugas berompi hijau.

"Selamat pagi, Bu Anis!" Sapa Brian dan Lutfi.

"Selamat pagi, Pak!" Mereka saling menjabat tangan. Bu Anis, kepala tim forensik, mengajak kedua petugas itu melihat lokasi jatuhnya korban. Kemudian, dia mengantar mereka ke atap gedung untuk menemui Bu Sandra dan timnya yang sedang bekerja.

"Ada beberapa bekas cipratan darah korban di sebelah sini." Bu Anis menunjuk area yang diberi tanda lingkaran putih. "Sidik jari korban di temukan di lantai dan pagar pembatas."

"Bagaimana dengan jejak pelaku?" Tanya Lutfi.

Dua perempuan itu saling berpandangan. "Tidak ada. Kami seperti sedang berhadapan dengan pembunuh profesional," jawab Bu Sandra. Perempuan berkulit putih itu mendengus.

"Tim kami sudah menyisir seluruh gedung dan sekitarnya. Dan ... kami hanya menemukan ini." Bu Anis menyerahkan sebuah bungkusan plastik berisi secarik kertas bertulis yang kusut." Kami menemukannya terselip di bawah karpet mobil korban."

"Terima kasih Bu Anis! Saya tunggu temuan tim anda berikutnya." Brian menjabat tangan perempuan bertubuh kecil tersebut.

***

Senja menyapa. Sedan hitam berbelok ke arah kantor polisi yang mulai lengang. AIPTU Brian berjalan setengah berlari memasuki gedung tujuh lantai. Sedangkan Briptu Lutfi tergopoh mengekor sang senior, karena sebelumnya dia harus mengambil berkas di kursi belakang dan mengunci mobil. Ya, sang junior menggantikan seniornya menyetir sewaktu kembali ke markas.

Ceklek

Pintu ruang pingpong dibuka. "Sudah ada hasilnya?" Tanya Brian.

"Sudah, Pak! Kami menemukan benang antara keempat korban," jawab Lilis. "Mereka menghadiri sebuah acara peluncuran buku dua bulan yang lalu. Tamu yang hadir adalah orang-orang yang mendapat undangan setelah memenuhi persyaratan."

"Maksudmu kompetisi?"

"Bukan, Pak Lutfi. Hmm, semacam tes melalui postingan di akun sosial media. Ketiga korban termasuk yang lolos. Sedangkan korban keempat mendapat kesempatan untuk menulis artikel eksklusif mengenai acara tersebut," sambung Bripda Lilis.

"Saya juga telah mendapat rekaman CCTV dari pihak pemilik gedung tempat acara berlangsung. Kamera yang dipasang di lorong menangkap jelas wajah orang-orang yang memasuki ruangan yang disewa pihak penyelenggara." Bripda Ayu menyambungkan koneksi dan menayangkan video tersebut di layar utama.

"Ini adalah rekaman kamera nomor 13 lantai dua Gedung Asian Bungalow, atau lebih dikenal dengan Gedung Asbun. Kamera ini terletak di sudut atas sebelah barat pintu Aula Tokyo, tempat berlangsungnya acara Launching buku sekaligus pelatihan literasi eksklusif. Ada 23 peserta tamu dan empat anggota panitia, termasuk penulis dan pemateri," lanjut Ayu.

"Tapi, ... ada tiga orang yang seharusnya tidak ada dalam acara tersebut masuk ke dalam aula Tokyo." Ayu menjeda rekaman, lalu menunjukkan potongan gambar ketiga 'penyusup'. "Tiga perempuan ini tidak ada dalam daftar tamu."

Bersambung >>


Comments

  1. wah keren nih mbak Nio πŸ‘ saya masih mikir keras buat tantangan 8 nih hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah 😊, thanks

      Aq mikir ini sdh sejak lamaπŸ˜…

      Delete
  2. penasaraaaaan hehehe

    mantap kak, mampir jg ke blog ku yaaah hehe jangan lupa follow :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah,
      Thanks
      Udah q follback keknya 😁

      Delete
  3. Siapa penyusupnya? Eh Bripda-nya kok gak tau πŸ€£πŸ˜‚

    ReplyDelete
  4. Bagus sekali kakak, ceritanya inspirasi sekali
    #semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, terima kasih Pak EkoπŸ™
      Semangaatt

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk