#32 Seri Kereta Api: Jalan Pulang

Dini hari. Lewat pukul dua pagi. Kereta berhenti di Stasiun Madiun menurunkan serta menaikkan penumpang. Aku keluar gerbong bersama puluhan manusia yang menyesaki perut ular besi. Berjalan menuju parkiran, menerabas tenang kerumunan orang.


"Malam, Pak!" Tukang parkir menghormat padaku.


"Malam. Aman, Pak?" Balasku sambil memutar kunci motor bebek.


"Aman ...." Tukang parkir membukakan jalan agar motorku bisa leluasa keluar.


Setelah memasang helm, segera kupacu laju kendaraan. Menyusuri jalanan sepi tengah kota. Pendar cahaya lampu jalan dan toko 24 jam membuat perasaan tenang. Meskipun tidak banyak, masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang.


"Ah~! Ingin cepat sampai di rumah. Istriku yang cantik pasti sudah menungguku."


Kuingat kembali pesan singkat yang dia kirim sebelum aku turun dari kereta.


[Mas Fadli, aku sedang bersiap memasak nasi goreng. Paslah nanti siap saat Mas sampai di rumah.]


"Ha~! Sebenarnya aku lebih suka nasi goreng buatanku sendiri. Dik Diah kalo masak suka keasinan."


Selera kami sangat berbeda. Dia sangat suka asin. Mungkin karena dia asli Jakarta sedangkan aku asli Sidoarjo.


Kali pertama bertemu di kereta api. Wajah cantik dan sikap ramahnya menarik perhatianku. Setelah beberapa kali dipertemukan kembali di kereta yang sama, aku mulai berani meminta nomornya. Hingga akhirnya dia menerima lamaranku, serta bersedia diboyong ke Madiun.


Lamunanku seketika buyar ketika berhenti di persimpangan. Aku harus memutuskan jalan mana yang kupilih agar sampai di rumah. Ya, ada dua jalan menuju perumahan tempatku tinggal.


Jalan pertama, aku harus menyusuri sepanjang tanggul sungai. Jalan kedua, aku harus melewati area persawahan. Dua pilihan ini sama-sama membuatku tidak nyaman. Namun, aku harus memilih salah satunya.


Setelah menimbang-nimbang tingkat keseraman, aku memilih jalan kedua. Melewati persawahan terasa sedikit lebih 'aman' daripada menyusuri tanggul sungai.


Memasuki area persawahan, kugeser mundur pantat hingga ujung jok belakang. Hal ini untuk mengantisipasi adanya 'penumpang gelap'. Aku tidak peduli sekonyol apa tingkahku. Ini demi 'keamanan'.


Sepi. Sunyi. Hanya pendar remang lampu jalan hasil swadaya masyarakat dan hawa dingin yang menyertaiku. Tempo degup jantung sedikit meningkat.


"Eh! Apa itu?" Sebuah benda di tepi jalan terlihat berkibar.


"Keranda? Ah, alhamdulillah! Kalo ada yang meninggal berarti ada banyak orang." Mendekati lokasi keranda. Kain hijau yang menutupinya sedikit tersingkap angin. Memperlihatkan isinya.


Aneh. aku tidak melihat seorangpun di sekitarnya. Hingga melaju beberapa meter, jalanan ini kosong. Perasaanku mulai tidak enak.


Mendekati gerbang perumahan, aku melihat sosok berpakaian putih berambut hitam panjang di pinggir jalan. Dia berdiri diam. Wajahnya tidak begitu jelas karena terhalang rambut. Entah mengapa aku terus memandangnya.


Ketika semakin mendekat, jelas terlihat mata merah nyalang menatap ke arahku. Sontak irama jantungku tidak beraturan. Lekas kupacu maksimal kendaraan. Namun, secepat apapun pikirku, sosok itu terasa semakin dekat.


Aku bergegas membuka pintu gerbang setiba di rumah.


Brak brak brak


"DIK! BUKA PINTUNYA CEPAT!" Aku lepas kendali. "DIK DIAH!"


"Iya, iya! Nggak perlu teriak-teriak! Sebentar!"


"CEPETAN!"


Aku semakin panik ketika menengok ke arah jalan dan mendapati sosok itu di sana. Melihatku.


"DIK!"


"Iya, ini sudah dibuk-"


Begitu pintu terbuka, langsung kudorong motor memasuki rumah. Namun, sekeras dan sekuat apapun usahaku, motorku bergeming. Macet. Berulangkali kucoba, motor tidak mau masuk rumah.


Melihat kepanikan di wajahku, Dik Diah bertanya, "Mas Fadli kenapa?"


"Itu! Itu di jalan!" Jawabku sambil terus berusaha mendorong motor masuk. Aku tidak berani lagi melihat ke arah sosok itu.


"Mana? Nggak ada apa-apa kog!"


"He?" Aku menengok.


Benar. Dia menghilang.


"Eh!" Tiba-tiba saja motorku bisa digerakkan lagi. Tanpa tunda tempo, segera kumasukkan ke ruang tamu. Pintu langsung kututup dan kukunci. Tanpa mengganti seragam loreng, aku langsung berlari ke kamar dan meringkuk di balik selimut.


Kenapa harus ketemu, sih?! Hiks


πŸ‘» SelesaiπŸ‘»



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk