#27 Legenda Arca Rara Jonggrang







Derap ribuan langkah kaki menggema di seluruh penjuru rimba. Sekelompok bayangan hitam menerabas kabut fajar. Dalam remang cahaya, siluet sosok perkasa di ujung barisan tampak gagah di atas seekor kuda.

Perlahan surya menyapa. Mengungkap tiap lekuk sosok pemimpin. Bentuk dagu yang tegas. Kumis tipis bertahta di atas bibir. Hidung besar dan mancung. Sorot mata gelap nan tajam berpayung alis hitam. Kulit sawo matang membungkus otot lengan. Tampak kilauan hiasan emas yang melingkari gelungan rambutnya.

Dialah sang pangeran sekaligus panglima perang Kerajaan Pengging. Putra kedua Prabu Damar Maya. Raden Bandung Bondowoso.

Setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Baka sekaligus mengakhiri hidup sang raja, Raden Bandung diperintah ayahandanya untuk menduduki istana serta menangani semua urusan kerajaan. Termasuk keluarga keraton.


Mendengar kedatangan pawai pasukan musuh, penghuni keraton Baka panik.


"Den Ayu, rombongan musuh sudah memasuki ibu kota kerajaan," lapor seorang dayang. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya gemetaran. "Bagaimana ini, Den Ayu?"


"Tenanglah! Aku akan menyambut mereka dengan ini." Perempuan berparas cantik dan bertubuh ramping berjalan menenteng sebilah pedang. Dia pergi menuju balai istana diiringi para dayang.


Hampir tiba di balai keraton, terdengarlah sebuah suara menggelegar.


"Keluarlah, wahai semua penghuni keraton! Sambutlah kedatangan raja baru kalian! Jangan mencoba kabur! Karena istana ini sudah kami kepung," seru seorang punggawa.


Sontak saja, semua abdi dalem segera berkumpul, tidak terkecuali Putri Rara Jonggrang beserta para dayang. Putih mata gadis itu memerah begitu melihat rupa pembunuh ayahandanya. Gagang pedang digenggamnya erat.


Menyadari kehadiran seorang perempuan cantik, Raden Bandung pun mendekatinya.


"Oh! Inikah Putri Rara Jonggrang? Ternyata kabar angin itu benar. Sangat cantik-"


Whut


Dalam sekejap, ujung pedang sang putri berada di leher Raden Bandung. Namun, dengan sigap lelaki itu menangkis secepat kilat hunusan pedang sang putri hingga terlempar jauh.


Klontang


"Akan sangat disayangkan jika legenda kecantikanmu berakhir saat ini, Putri." Bandung meyarungkan kembali logam tajam miliknya. "Bagaimana kalau kita bahas masa depan kerajaan ini ... berdua saja?" Tawar Bandung.


Rara Jonggrang berdiri mematung. Isi kepalanya sibuk mencari cara untuk melenyapkan si biadab sakti Bandung Bondowoso. Namun, situasinya kini kurang menguntungkan untuk sebuah serangan frontal. Akhirnya, Rara Jonggrang mengajak Bandung berdiskusi di kamar mendiang Raja Baka.


***
"Menikahlah denganku jika ingin rakyatmu hidup. Dan jangan sekalipun menyentuhku jika kamu ingin balas dendam."


Pernyataan Bandung Bondowoso membuat Rara Jonggrang bingung. Belum ada satu menit mereka memasuki kamar. Bahkan Bandung masih berdiri menghadap pintu yang baru saja tertutup.


Rara Jonggrang mencari celah dalam pernyataan tersebut. "Aku mau menikahimu dengan satu syarat-"


"Tidak akan ada syarat yang kuterima sebelum pernikahan." Raden Bandung berbalik. Mematut pandangan pada netra sang putri yang tengah menatapnya tajam. "Lakukan perintahku, atau tak satupun rakyatmu melihat fajar esok hari."


Deg


Putri Rara Jonggrang seketika lemas. Dia jatuh terduduk. Matanya terpejam. Kedua alisnya menyatu. Kedua tangannya mengepal kuat. "Mana mungkin seorang putri membunuh rakyatnya dengan keegoisan," gumam Rara. Setelah terdiam sejenak, perlahan dia membuka mata. "Baiklah, kita menikah."


***
Pesta pernikahan berlangsung meriah. Prabu Damar Maya datang dengan berbagai macam hadiah mewah. Dia begitu senang karena putra keduanya bisa menikah lagi setelah 15 tahun menduda. Namun, berbanding terbalik dengan kebahagiaan di dalam keraton. Rakyat Kerajaan Baka merasa sangat kecewa dengan keputusan sang putri. Dia telah bersedia menikahi pembunuh ayahandanya.


Bak gelap yang lenyap saat fajar. Bersamaan dengan pudarnya hingar bingar pesta tujuh hari tujuh malam. Isu kekecewaan terhadap Rara Jonggrang turut sirna. Kini rakyat merasa bangga sekaligus iba pada sang putri. Kabar mengenai ancaman Bandung Bondowoso pada Rara Jonggrang menyebar ke seluruh pelosok kerajaan.


***
"Apakah Kanda Prabu yang menyebar berita itu?" Sergah Rara.


"Bukan, tapi pesuruhku," jawab Bandung enteng.


Rara Jonggrang mendengus. "Mengapa Kanda melakukannya?"


"Aku tidak suka permaisuri yang bercitra buruk. Sosok disampingku haruslah dicintai rakyat, agar aku lebih mudah menerapkan kebijakan baru."


Percakapan itu pun berakhir. Rara Jonggrang yang sedang duduk di tepi ranjang, dengan cepat merebahkan tubuh dengan posisi miring. Membelakangi sang suami. Dia menyumpahi kelicikan Bandung.


Sementara sang prabu sibuk membaca dokumen-dokumen penting di ranjang sudut utara, Rara Jongrang tertidur lelap di ranjangnya sendiri di sudut selatan. Keduanya tidur sekamar tetapi terpisahkan oleh sebuah meja rias. Dan itu merupakan salah satu kebijakan Bandung khusus untuk sang istri.


Aturan ganjil yang ditetapkan Prabu Bandung tentang kontak fisik, memancing rasa ingin tahu Rara Jonggrang. Namun, usahanya selalu menemui jalan buntu. Akhirnya, dia pun memberanikan diri bertanya langsung pada sang suami.


"Adinda heran pada Kanda Prabu," tukas Rara sambil menyisir rambut. "Semua lelaki yang melihat sosok Adinda pasti langsung jatuh cinta. Tidak terkecuali Kanda Prabu, bukan?"


"Tepat sekali," jawab Bandung singkat.


"Lalu, mengapa menerapkan aturan ganjil ini, Kanda Prabu?"


Hening. Rara Jonggrang yang telah selesai menyisir, berjalan menuju ranjangnya.


"Aku sudah dikutuk, Dinda."


Rara Jonggrang berhenti. "Dikutuk?"


Prabu Bandung Bondowoso menceritakan kisah ketika dia pergi berburu untuk melepas penat. Dengan kemampuannya, pemuda itu mampu memanah seekor rusa betina. Namun celakanya, itu adalah rusa jelmaan. Sang rusa jantan begitu marah akan kematian pasangannya, dan dia pun mengutuk Bandung menjadi penyebab kematian setiap perempuan yang menyentuh ataupun disentuhnya.


Bandung menambahkan bahwa yang pertama meninggal adalah istri yang baru dinikahinya. Kemudian ibunya, sang permaisuri Kerajaan Pengging. Setelah kehilangan dua orang tercinta, Bandung menutup hati dan memilih menjadi panglima perang.


Mendengar kisah itu, hati Rara Jonggrang semakin gusar. Usahanya untuk meracuni sang prabu telah gagal, gegara adanya mestika ular dalam tubuh sang suami yang bisa menangkal segala jenis racun. Bahkan sekarang karena kutukan itu, nyawanya sendiri bisa melayang sia-sia hanya dengan satu sentuhan.


Keesokan paginya, Rara pergi ke bersemedi atas seizin Prabu Bandung. Dalam doanya dia memohon petunjuk kepada sang mahadewa. Setelah lewat satu purnama sepulang bersemedi, gadis itu mendapat wangsit melalui mimpi. Sebuah kepahitan yang akan dirasakan Bandung selama sisa hidupnya.


"Puji Dewa Siwa." Rara Jonggrang memulai misi balas dendam.


***


Dua tahun lebih usia pernikahan Bandung Bondowoso dan Rara Jonggrang. Kontras dengan sikap dan tutur katanya di awal pernikahan, Rara Jonggrang telah berubah total. Dia pun begitu telaten melayani sang prabu dalam segala hal.



Meskipun tersirat, benih cinta telah tumbuh subur dalam lubuk hati Bandung Bondowoso. Dia telah membangun sebuah kompleks candi Hindu yang megah sebagai tempat beribadah bagi rakyat Kerajaan Baka sesuai dengan permintaan sang permaisuri. Kompleks candi tersebut diberi nama Prambanan. Meskipun berbeda keyakinan, sang prabu berusaha sebaik mungkin mengayomi masyarakatnya.



Secara rutin, Prabu Bandung berkunjung ke Candi Sewu untuk beribadah. Candi budha yang telah dibangun mendiang kakeknya ini telah selesai dipugar bersamaan dengan peresmian Candi Prambanan.


Lama penantian dan kesabaran Rara Jonggrang akhirnya membuahkan sebuah kesempatan. Prabu Bandung jatuh sakit. Usia yang tidak lagi muda, tidak sanggup mengimbangi kesibukan mengurusi segalanya. Tubuhnya panas, tergolek lemah di ranjang dalam keadaan setengah sadar.


Rara Jonggrang mendekati sang suami perlahan, lalu duduk di sampingnya. Jemari lentik mengusap butir keringat di kening sang prabu. Bibir merahnya merapalkan sesuatu. Setelah itu, dia segera menarik tangan karena merasakan tusukan di ujung-ujung jari. Rasa menusuk berubah menjadi hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuh. Pandangan Rara Jonggrang menguning, lalu dia pun jatuh tidak sadarkan diri.


***
"Adinda? Adinda! Panggilkan tabib! Permaisuri sudah siuman!" Perintah Prabu Bandung pada seorang dayang.


"Kanda Prabu?" Rara Jonggrang berusaha bangkit, tetapi dicegah sang suami.


"Tunggu tabib memeriksa keadaanmu. Adinda pingsan selama tiga hari." Perempuan itu hanya bisa pasrah. Dia merasa seperti tidak ada tenaga yang tersisa.


Setelah tabib datang dan memeriksa denyut nadi, sang tabib terlihat muram. Dia mengajak Prabu Bandung berbicara di luar kamar. "Ampuni hamba Yang Mulia Prabu. Tanda-tanda kehidupan Permaisuri semakin melemah. Sepertinya, ... tidak ada harapan lagi," terang tabib.


Untuk ketiga kalinya, Bandung mendengar kalimat tersebut. Betapa hancur hati sang prabu, harus kehilangan yang tercinta, lagi. Dia memerintahkan semua dayang keluar dan menutup rapat pintu kamar.


"Apa Adinda lupa kutukan yang menimpaku?"


Rara Jonggrang tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Adinda masih ingat, Kanda Prabu."


"Lalu mengapa Adinda menyentuhku waktu itu?"


"Adinda sedang menghapus kutukan Kanda Prabu," ujar Rara Jonggrang. "Kuhapus ... dengan kutukan yang baru."


Kaget. Prabu Bandung pun mendekati ranjang sang istri dengan cepat. "Apa maksud Adinda?"


"Kutukan Satya. Aku mengutukmu wahai pembunuh ayahku ... dengan kutukan Satya. Kanda Prabu akan terus mencintaiku dan takkan bisa melupakanku. Hingga Kanda akan meregang nyawa dalam samudera rindu." Rara Jonggrang tertawa terbahak-bahak.


"Namun ternyata, kutukan ini bermata ganda. Tapa Satya yang kujalani karena dendam, justru menumbuhkan benih asmara yang dalam." Air mata mengalir deras dari pelupuk mata sang permaisuri.


Menyadari jika kutukan rusa jantan telah hilang, cepat-cepat Prabu Bandung menggenggam erat serta menciumi tangan sang istri yang perlahan menghitam. Mereka menangisi takdir yang dituliskan dewata.


Rara Jonggrang akhirnya meninggal saat fajar menyingsing. Tepat pada hari keseribu pernikahan. Kepergiannya yang begitu mendadak meninggalkan duka mendalam bagi rakyat Kerajaan Baka. Terutama bagi Prabu Bandung Bondowoso.


Kenangan indah bersama sang istri menyiksa batin sang prabu. Dia hanya bisa memandang cawan emas tempat abu mendiang Rara Jonggrang disimpan. Karena terlalu banyak kenangan manis yang terasa pahit di istana, Prabu Bandung memutuskan untuk tinggal di Candi Sewu. Semua urusan kerajaan dia serahkan pada keponakannya.


Di Candi Sewu, Bandung menghabiskan waktu untuk berdoa dan memahat sebuah batu. Selama memahat, dia selalu teringat mendiang sang istri. Sosok penyelamat sekaligus penghukum.


Perlahan tapi pasti, arca tersebut selesai. Sebuah arca Durga Mahisasuramardini. Dengan sisa kesaktiannya, Bandung memindahkan abu kremasi Rara Jonggrang ke dalam arca. Kemudian, dia mengangkat sendiri arca itu untuk dibawa ke Candi Prambanan. Dia meletakkan arca itu di salah satu bilik dalam Candi Siwa. Bandung berharap agar istrinya tetap hidup dalam wujud sang dewi. Setelah itu, dia pergi menuju ke Pegunungan Sewu dan menghilang selamanya dalam rimba.


πŸ€ Tamat πŸ€


🌟 Catatan Penting: Cerita ini telah diubah sesuai imajinasi penulis untuk memenuhi Tantangan ODOP Pekan 4.








Comments

  1. Auto ngitung 1000 hri berapa tahunπŸ˜…..
    .
    Bagus Kak...

    ReplyDelete
  2. Keren banget. Aku suka bacanya. Ini romance tragedi versi Nio. Keren

    ReplyDelete
  3. Hwahhh...endingnya rara jongrang tetep jadi arca, tapi arcanya dibuatin bandung bondowoso dengan penuh cinta, bagus bagus 😍🌹

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Alhamdulillah, arang pensilq tdk sia-siaπŸ˜…πŸ™

      Delete
  5. Replies
    1. Alhamdulillah, terima kasih Kak πŸ˜πŸ™

      Delete
  6. Imajinasinya,..keren..
    Endingnya aku suka...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Genre asliq fantasi, KakπŸ˜… ... Tp disimpanπŸ™ˆ
      Klo berimajinasi suka jauh2

      Delete
  7. Mantap mba. Baper dan haru bacanya... 😭πŸ₯°

    ReplyDelete
    Replies
    1. 😭 alhamdulillah, terima kasih Kak Lia ...

      Delete
  8. Wah mantul...
    Mampir ke blog aku juga kaks heheheh

    Sanguinis07.blogspot.com

    ReplyDelete
  9. Replies
    1. #Semangat jg Pak Eko, sya tunggu karya tantangannya 😁

      Delete
  10. Wah, ini mah keren banget. Jangan2 masuk nominasi untuk dibukukan nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, πŸ˜ŠπŸ™

      Klo masalah nominasi, sepenuhnya kputusan para petinggi ODOP, Kak πŸ™πŸ˜…

      Delete
  11. Keren, bikin baper pembaca πŸ˜…

    ReplyDelete
    Replies
    1. πŸ™ˆ Alhamdulillah,

      Beneran bikin baper, ya? πŸ˜…

      Delete
  12. Wah keren.sekaliπŸ‘πŸ‘❤

    ReplyDelete
  13. Replies
    1. Alhamdulillah 😊, thank youπŸ™

      πŸ˜… dapat apa y?

      Delete
  14. Panjang kali lebar kali tinggi tulisannya duhaii.... Semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi jadi volume, kan? πŸ˜…

      Semangat jg Kak Yogi!

      Delete
  15. Aku lupa- lupa ingat cerita ini. Haha

    ReplyDelete
  16. Wah, keren pisan ini mah ceritanya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, 😊
      Terima kasih, Kak πŸ™

      Delete
  17. Replies
    1. Alhamdulillah 😊
      Thank you Kak TantiπŸ˜πŸ™

      Delete
  18. woww.. masyaallah stelah diberi bumbu bumbu improvisasi kak, semoga tetap semangat menginspirasi ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah 😊
      Terima kasih Kak, semangat

      Delete
  19. Kalau hidup di jaman skarang beli dimana ya, arcanya🀭🀭

    ReplyDelete
  20. Bandung sama Rara akhirnya menikah ya, oke baikla

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk