#50 Misteri Tiga Bu Joko Di Tokyo: Bagian 1

PERINGATAN
Kisah ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh adalah hal yang disengaja. Namun, penokohan dan perwatakan murni dari imajinasi penulis. Harap pembaca bijak dalam menyikapinya.


Cerbung Spesial ODOP Batch 7

Bagian 1



Kota Abstrak. Sebuah kota metropolitan yang dijuluki 'Kota Seribu Taman'. Gedung-gedung tinggi menjulang menombak langit. Pepohonan trembesi memayungi setiap lajur jalan raya. Namun, kedamaian dan kesibukan penduduk yang intens harus porak poranda akibat penemuan tiga jenazah secara beruntun.


Desas desus menyebar tidak terbendung. Menyebabkan keresahan. Ketiga jenazah diindikasi sebagai korban pembunuhan berantai karena memiliki penyebab dan kondisi kematian yang sama. Hingga hari ini, pihak kepolisian belum menemukan benang merah antara ketiga kasus tersebut.


Untuk penyelidikan lebih lanjut, AKP Wachid memanggil AIPTU Brian dan Briptu Lutfi ke ruangannya.


"Kuserahkan kasus ini pada kalian. Selesaikan dengan baik secepatnya."


"Siap, Pak!" Jawab mereka kompak.


Dua petugas itu segera mengumpulkan data ketiga kasus dan membentuk tim. Mereka diberi ruangan khusus untuk memecahkan kasus ini. Sebuah ruangan di lantai satu--berlabel "Ruang Pingpong", di pintunya menempel sebuah kertas yang direkatkan dengan selotip bertuliskan 'Ruangan Kasus Pembunuhan Berantai'.


Ruangan bekas berukuran 6 x 11 meter ini sudah dilengkapi meja dan kursi, serta kabinet untuk menyimpan berkas. Perangkat komputer dan instalasi listrik serta jaringan internet juga sudah terpasang. Tim AIPTU Brian diberi kuasa penuh untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Sementara ini, di ruangan tersebut hanya berisi Brian dan Lutfi, dua petugas yang diminta bergabung belum menampakkan diri.


"Kenapa kasus ini diserahkan kepada kita, ya?" AIPTU Brian meletakkan kepala di atas meja.


Briptu Lutfi tersenyum kecut, "Sudah pasti karena kita paling ngganggur, kan Pak?!" Dia melanjutkan membaca berkas kasus.


"Ha~ berkas tipis begini, mana bisa cepat selesai. Bukti kurang, tidak ada saksi kunci, bahkan TKP bisa dibilang bersih. Haaaaa, bikin pusing saja!" Pria plontos berkumis tipis itu meregangkan tubuhnya ke belakang. "Oh ya, hasil autopsi sudah ada?"


"Belum. Dokter Dita bilang besok baru bisa dikirim. Katanya perlu direvisi dan sekalian membandingkan ketiga mayat secara langsung. Apa ... kita perlu ke rumah sakit juga, Pak?"


"Tidak usah! Aku malas ketemu dokter gila dan stafnya yang aneh, Si Yogi itu," cibir Brian sambil melengos.


Briptu Lutfi terkekeh. Dia ingat betul bagaimana seniornya itu dibuat mual stadium empat oleh dua petugas tersebut. Mereka kedapatan sedang menguyah roti isi di ruang autopsi sambil menyusun organ dalam yang rusak ke dalam tubuh korban mutilasi.


"Hadeuh! Bakal sering lembur, nih! Aku nggak bisa ketemu jagoan kecilku ...." Ayah baru itu mendengus. Menyesali waktu yang akan berlalu tanpa menyaksikan kelucuan batitanya.


"Jangan bahas anak di kantor, Pak!" Sindir petugas berbadan kurus itu.


"Sirik aja, lu! Makanya, nikah sana! Betah banget ngejomblo," timpal Brian.


Skakmat. Suasana berubah hening. Hanya terdengar bunyi gesekan kertas yang dibolak-balik. Garis warna warni mulai menghiasi beberapa kata dan kalimat yang dirasa penting. Lensa mata mereka begitu fokus.


Ceklek


"Selamat siang, Pak!" Dua petugas yang dinanti sudah datang. Mereka adalah Bripda Lilis dan Bripda Ayu. Keduanya adalah ahli IT yang akan membantu peyelidikan secara digital.


"Selamat siang. Masuk! Duduklah di mana saja kalian suka," perintah AIPTU Brian.


"Baik, Pak!"


"Oke, kita mulai rapatnya!" Seru pak ketua tim. "Tapi ... karena hasil autopsi belum datang, kita akan membahas garis besarnya dulu." Pak Brian mendekati sebuah papan putih yang penuh tempelan dan tulisan.


"Korban pertama seorang pria berinisial A, 25 tahun, buruh pabrik. Ditemukan sebulan yang lalu di Taman Krisan pada pagi pukul 05.15 oleh petugas kebersihan taman. Dia tergeletak dalam posisi miring, seperti orang tidur. KTP dan identitas lain serta sejumlah uang masih ada di dalam dompet. Sayangnya, ponsel korban hilang."


Petugas Lutfi melanjutkan, "Korban kedua adalah perempuan berinisial T, 23 tahun. Seorang pegawai kantor. Dia ditemukan sepekan kemudian. Dia terbaring kaku di bangku taman Melati. Isi dompet lengkap tapi ponsel raib.


Dan, korban ketiga adalah seorang mahasiswi berinisial A, 19 tahun. Ditemukan di Taman Anggrek bulan, lima hari yang lalu. Ada jeda 9 hari dengan korban kedua. Tidak ditemukan luka tusuk atau hantaman benda tumpul pada ketiga korban. Dugaan sementara, mereka tewas karena mengalami tekanan kuat di leher sehingga kehabisan napas. Ada bagian leher yang menghitam."


"Tugas kalian berdua adalah melacak ponsel korban dan memeriksa ulang rekaman CCTV yang sudah dikumpulkan," terang Pak Brian.


"Jejak akun sosial media juga diperlukan untuk memeriksa benang merah yang menghubungkan ketiga korban," tambah Lutfi.


"Oke! Kurasa cukup rapat sore ini. Segera kerjakan tugas masing-masing. Oh ya, kuberi nama tim ini 'Tim Pemburu'." Brian menyeringai sambil menatap satu persatu netra anggotanya.


***


Keesokan harinya, data hasil autopsi sudah dikirim dan dipelajari oleh Tim Pemburu.  Mereka siap melakukan penyelidikan lebih lanjut. Namun, mereka dikejutkan dengan adanya laporan pagi itu yang mengharuskan segera ke TKP.


Warga di sekitar area perkantoran digegerkan oleh jenazah seorang pria yang tergeletak dengan semburat darah dari kepalanya di depan gedung parkir. Diduga, pria itu jatuh dari atap gedung berlantai lima tersebut. Namun yang membuat gatal kepala AIPTU Brian dan Briptu Lutfi adalah, ada tanda-tanda kematian yang mirip dengan tiga korban sebelumnya.


Sebuah bekas hitam di leher.


Bersambung >>

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk