#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya


Pengunjung Galeri Nio 🌻


Dalam tulisan ketiga tentang "Seri Info Nganjukku", saya akan menyampaikan tentang penduduk Nganjuk dan kesenian tradisonal yang menjadi 'nyawa' mereka.
Baiklah, yuk langsung saja!


3. Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 jumlah penduduk Kabupaten Nganjuk adalah 1.051.900 jiwa. Jika diamati dari hasil perbandingan jumlah penduduk dengan tahun sebelumnya dalam situs resmi BPS, maka pertumbuhan penduduk Nganjuk mencapai 3.000 sampai dengan 5.000 jiwa pertahun.

Persebaran penduduk di Nganjuk cukup merata. Daerah terpadat adalah  Kecamatan Nganjuk. Hal ini sangat beralasan karena kecamatan tersebut menjadi pusat pemerintahan. Diikuti Kecamatan Kertosono kemudian Prambon.

Mayoritas penduduk memeluk agama Islam dan sisanya menganut agama Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Khonghucu, dan Kepercayaan (kepercayaan nenek moyang).

Mata pencaharian utama penduduk Nganjuk terbanyak adalah di bidang pertanian yang mencakup panca usaha tani (persawahan, perladangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan). Kemudian bidang jasa masyarakat seperti pedagang, sopir angkutan umum, percetakan, penjahitan, dan lain sebagainya. Terakhir bidang industri pengolahan, baik pengolahan makanan, minuman, atau barang kebutuhan lainnya.

Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), Kabupaten Nganjuk menjadi salah satu daerah fokus pemerintah untuk menyerap bawang merah dan menjadi stok pemerintah tiap tahunnya. Daerah-daerah di Indonesia yang menjadi fokus penyerapan bawang merah adalah: Nganjuk, Brebes, Bima dan Solok.

Sebagai sentra penghasil bawang merah di Jawa Timur dan salah satu fokus penyerapan bawang merah oleh pemerintah, bukan hal yang mengherankan bagi warga Kabupaten Nganjuk bila di mana-mana terlihat banyak orang menanam, memanen, menjemur, atau memperjualbelikan bawang merah. Namun, bagi pendatang atau mereka yang baru mengetahui fakta ini, menganggap Nganjuk ibarat surga bawang merah.

Bila mengunjungi Nganjuk atau bermaksud membeli bawang merah langsung ke pusatnya, pasar Sukomoro dapat dipilih sebagai surga bawang merah. Pasar yang terletak di Jalan Surabaya-Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal sebagai pasar yang mengkhususkan diri pada transaksi jual-beli bawang merah. Di setiap sudut pasar ini hanya akan ditemui penjual dan pembeli bawang merah. Para penjual memajang bawang merah dengan berbagai ukuran dan kualitas. Tinggal pilih mana yang sesuai kebutuhan atau yang sesuai isi dompet. Semuanya ada.

Beberapa kecamatan yang menjadi penyuplai stok bawang merah di sentra bawang merah Sukomoro adalah Kecamatan Rejoso dan Kecamatan Bagor.

Nganjuk dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta dengan kode Jalan Nasional 15, serta menjadi persimpangan dengan jalur menuju Kediri. Adanya jalur utama ini seringkali jadi penyebab kemacetan. Namun, setelah pembangunan jalan tol rampung, ular kemacetan yang biasanya terpusat di Kertosono ketika libur lebaran tiba berkurang panjangnya.

Dampak positif lancarnya arus lintas adalah memudahkan mobilitas penduduk Nganjuk untuk menjalankan aktivitas perekonomian mereka.


Seperti halnya penduduk di daerah lain, Nganjuk juga memiliki kesenian daerah yang khas. Kesenian khas suatu daerah ibarat jiwa bagi manusia. Tanpa jiwa maka tidak akan ada geliat kehidupan. Oleh karena itu, Nganjuk berupaya melestarikan kesenian daerahnya agar tidak hilang terkikis zaman. Berbagai upaya dilakukan, seperti pementasan, pagelaran seni budaya, dan program pendidikan seni di sekolah. Ada lima kesenian khas Nganjuk yang akan dijelaskan di bawah ini.


1. Tari Tayub

Tari Tayub atau Tayuban merupakan salah satu kesenian yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Gambyong dari Jawa Tengah. Pusat kesenian ini ada di Desa Ngrajek, Kecamatan Tanjunganom. Meski demikian, setiap hari para warga di desa beraktivitas seperti masyarakat biasanya, sehingga desa tersebut tidak terlihat sebagai pusat Kesenian Tayub di Kabupaten Nganjuk.


Akan tetapi jika ada hari-hari besar atau ada warga yang memiliki hajat desa tersebut pasti diramaikan dengan kesenian tayub. Terlebih jika bulan jawa atau bulan syuro tiba, desa tersebut akan sangat ramai oleh para pendatang dari desa lain bahkan dari kota lain dikarenakan pada bulan tersebut bertepatan dengan acara wisuda para Waranggono yang sudah menjadi agenda tahunan di Kabupaten Nganjuk.


Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari pemusik serta penari. Tari Tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama. Pelaksanaan acara tari biasanya pada tengah malam, antara pukul 21.00 s.d. 03.00 WIB.

Tari Tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Namun, beberapa tokoh agama islam menganggap Tari Tayub melanggar etika agama, dikarenakan tarian ini sering dibarengi dengan minum minuman keras.


Pada saat menarikan Tari Tayub sang penari wanita yang disebut Tledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang, yang disebut dengan sampur, kepada pria yang diajak menari tersebut. Sering terjadi persaingaan antara penari pria yang satu dengan penari pria lainnya, persaingan ini ditunjukkan dengan cara memberi uang kepada Tledek. Persaingan ini sering menimbulkan perselisihan fisik antara penari pria.


2. Wayang Timplong

Wayang Timplong konon mulai ada sejak tahun 1910 di Dusun Kedungbajul, Desa Kalianyar, Kecamatan Kertosono. Wayang ini terbuat dari kayu. Instrumen gamelan yang digunakan sebagai musik pengiring, juga sangat sederhana. Hanya terdiri dari Gambang yang terbuat dari kayu atau bambu, ketuk kenong, kempul dan kendang.


Jumlah wayang timplong yang biasanya dipertunjukan tidak sebanyak wayang kulit. Pertunjukan Wayang Timplong sangat sederhana dan biasanya dilakukan pada siang hari, hal ini berbeda dengan pertunjukan wayang kulit yang dilakukan pada malam hari.


Cerita pertunjukan Wayang Timplong umumnya berhubungan dengan kondisi atau peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan, namun sering juga pertunjukan yang ditampilkan berhubungan dengan kehidupan kerajaan pada masa lampau. Wayang timplong ditampilkan pada saat acara nyadran, bersih desa, dan acara resmi Kabupaten Nganjuk.


3. Tari Mung Dhe

Tari Mung Dhe berasal dari Desa Garu, Kecamatan Baron. Tari ini bertemakan kepahlawanan dan cinta tanah air.


Tari Mung Dhe ini menggambarkan beberapa prajurit yang sedang berlatih perang yang lengkap dengan orang yang membantu dan memberi semangat kepada kedua belah pihak yang sedang latihan. Pihak yang membantu dan memberi semangat di sebut Botoh. Botohnya ada dua yaitu Penthul untuk pihak yang menang dan Tembem untuk pihak yang kalah.


Sikap dan tingkah laku kedua botoh ini gecul atau lucu, sehingga para penonton bisa tertawa di tengah ketegangan menyaksikan para prajurit yang sedang adu senjata.


Secara keseluruhan, tari Mung Dhe melibatkan 14 pemain dengan masing-masing peran pada awalnya, yaitu:
· 2 orang berperan sebagi penari /prajurit.
· 2 orang berperan sebagi pembawa bendera.
· 2 orang berperan sebagai botoh
· 8 orang berperan sebagai penabuh/pengiring.

Pada perkembanganya sekarang hanya melibatkan 12 orang, yaitu 6 alat untuk 6 orang pemain. Di dalam pengaturan organisasi tari Mung Dhe untuk penarinya adalah pemuda dalam tingkatan usia dewasa (baik yang menikah atau yang belum).

Pada perkembangan sekarang ini, tari Mung Dhe sering ditampilkan pada acara-acara yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah.

4. Jaranan


Seni Jaranan mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriyah. Tepatnya pada tahun 1041 M, atau bersamaan dengan terbaginya Kerajaan Kahuripan menjadi 2 yaitu, bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibu kota Dhahapura.


Daerah di sekitar Nganjuk juga memiliki Seni Jaranan, meskipun agak berbeda tetapi garis besarnya sama, karena berasal dari akar sejarah yang sama. Secara umum struktur pertunjukan Seni Jaranan di Jawa Timur adalah sebagai berikut:

A. Bukak Kalangan

Sebelum Jaranan dimulai, acara biasanya diawali dengan hadirnya Pawang (Pemimpin Pertunjukan). Pawang membawa cemeti (Cambuk) yang di cambukkan ke tanah dengan berkeliling mengitari area pertunjukan.


Kegiatan tersebut dijadikan penanda bahwa acara akan segera dimulai juga sebagai lambang perlindungan pada area pentas dari berbagai gangguan, baik gangguan dari mahluk yang tak tampak maupun gangguan yang ditimbulkan oleh manusia.

B. Tarian Jaranan

Tari ini biasanya ditampilkan oleh 4 penari yang menggunakan kuda tiruan. Dua kuda berwarna putih dan dua lainnya berwarna hitam sebagai lambang keadaan yang selalu berlawanan di dunia. Tari jaranan juga dibagi menjadi tiga adegan yakni :

1) Pertama: Adegan Solah Prajuritan dimana semua penari menari bersama laksana prajurit yang siap untuk berperang.

2) Kedua: Adegan Solah Perang yang mana para prajurit berkuda berperang melawan Barongan atau Macanan serta Celeng (Penari yang menggunakan kostum menyerupai Babi Hutan). Peperangan tersebut semuanya dimenangkan oleh para penari berkuda sebagai simbol bahwa pertentangan antara baik dan buruk akan selalu dimenangkan oleh kebaikan.

3) Ketiga: Adegan Solah Krida yang digambarkan sebagai keberhasilan seseorang dalam memerangi segala rintangan dalam kehidupannya.

C. Tari Macanan atau Barongan

Setelah Tarian Jaranan selesai, kemudian dilanjutkan dengan munculnya penari yang menari dengan menggunakan kostum menyerupai macan. Macan atau harimau dalam hal ini disimbolkan oleh masyarakat sebagai lambang energi negatif.

D. Tari Celengan

Tari ini merupakan penanda akhir dari Kesenian Jaranan. Penari dengan menggunakan busana menyerupai celeng (babi hutan) menari-nari mengikuti iringan musik.

Perwujudan celeng secara etimologi dimaknai oleh masyarakat sebagai Nyelengi atau Menabung sebagai lambang energi positif agar manusia senantiasa untuk selalu ingat terhadap kebutuhan hidup yang akan datang.

5. Tari Salipuk
Tari Salipuk adalah tarian asli dari kecamatan Baron. Tarian ini ditarikan oleh sepasang muda mudi yang berarti tarian pergaulan. Tari Salipuk adalah pengembangan dari Tari Tayub yang sebelumnya sudah ada di Nganjuk.

Tari ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang berawal dari pengamen yang bernama Salipuk, pekerjaan setiap hari adalah berkeliling kampung untuk menghibur orang sambil membawa kendang. Orang-orang sangat menyukai hiburan yang diberikan oleh Salipuk, sehingga dia sering dipanggil ke kampung-kampung untuk menghibur orang. Lalu dia akhirnya mengembangkannya menjadi tari yang berpasangan.

Sampai saat ini Tari Salipuk masih banyak ditarikan pada acara-acara tertentu seperti acara resmi, acara perkawinan atau pada saat upacara adat. Meskipun tarian ini hanya melibatkan dua orang, tetapi atraksi tari ini membutuhkan tempat yang luas karena gerakannya sangat dinamis dan penarinya harus berlari ke sana ke mari. Tari Salipuk menggunakan iringan musik tradisional Jawa dengan tembang khusus yang liriknya sesuai dengan jalan cerita tarian.

Kostum yang di pakai dalam menarikan Tari Salipuk adalah memakai baju kemben, memakai sempur, dan alisnya dibentuk mangot dan pengot, memakai celak, bayangan mata, pemerah pipi, pemerah bibir, di atas kemben memakai lulur, memakai sanggul tengkuk, membawa sintingan mawar di kepala masing-masing 2 buah, menggunakan perhiasan, dan aksesoris khas lainnya, agar penari perempuan wajahnya terlihat segar.


Demikian pembahasan tentang penduduk Nganjuk serta kesenian daerahnya. Semoga kesenian tersebut tetap terjaga hingga generasi mendatang. Akan sungguh sangat disayangkan jika kearifan lokal pupus begitu saja tergerus zaman.


Semoga tulisan ini bermanfaat.


>> "Seri Info Nganjukku" berikutnya akan mengajak Pengunjung berwisata.
Terima kasih 😊


Sumber rujukan dan gambar: id.wikipedia.com, https://google.com


Comments

  1. Keren, lengkap, padat, dan jelas. Yuk eksplore Nganjuk

    ReplyDelete
  2. Keren sih, Mbak .... Tulisannya udah bagus banget seneng bacanyaπŸ€—

    ReplyDelete
  3. Keren mbak. Jd tau tentang Nganjuk..makasih

    ReplyDelete
  4. Sewaktu kecil dulu setiap anak di ajarkan tari jaranan, ketika hari mulai malam kami latihan dan sampai saat ini anak-anak masih di wariskan kesenian tari budaya jaranan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. πŸ‘ kereeen, πŸ˜†
      Bangga untuk warga di sana

      Delete
  5. πŸ˜ƒindonesia kaya dengan berbagai macam tarian

    ReplyDelete
  6. Luar biasa pembahasannya. Jadi pengen belajar layouting foto dan menggali konten lebih lanjut itu teknikya seperti apa aja ya? Yang jelas ini sangat informatif.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Kak, πŸ™
      Sebenarnya aq jg suka fotografi, tp lum punya gawai yg tepatπŸ˜…

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk