#8 Rahasia Peribahasa Gajah dan Kuman
"Gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak."
Sebelum mengungkap misteri tersebut, mari kita kupas arti peribahasa serta filosofi gajah dan kuman.
Berdasarkan KBBI, peribahasa adalah:
1. kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, dan perumpamaan);
2. ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
Setelah mengetahui arti peribahasa, selanjutnya adalah filosofi gajah dan kuman.
Gajah. Ukurannya tidak lebih besar dari paus. Namun, keberadaannya lebih mudah ditemukan oleh manusia, sehingga pemilihan sosok gajah sebagai ibarat dalam sebuah ungkapan akan lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Kuman. Tidak perlu diadakan kontes pemilihan untuk mengesahkan kuman sebagai makhluk terkecil. Wujudnya yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dirasa cukup untuk menggambarkan sesuatu yang tidak bisa dilihat secara langsung.
Sejak kapan peribahasa tersebut ada? Siapa yang kali pertama mengutarakannya?
Menurut suatu riwayat, peribahasa ini kali pertama diucapkan oleh seorang ulama muslim zaman dulu, yang berdiam di benua Asia bagian barat. Kemudian menyebar ke berbagai daerah hingga akhirnya sampai di Indonesia.
Apakah maksud atau arti dari peribahasa tersebut?
Merujuk pada riwayat asal muasalnya, peribahasa ini memiliki arti; Jangan melihat kebaikan diri sendiri meski sebesar/sebanyak apapun, tapi lihatlah kebaikan orang lain meskipun itu sangat kecil/sedikit.
Sejalan dengan bergulirnya waktu, peribahasa ini mengalami pergeseran susunan dan makna. Pergeseran ini terjadi akibat adanya perbedaan kondisi wilayah dan masyarakat. Ada yang membalik susunan peribahasa ini menjadi "Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak". Arti dari peribahasa ini juga berubah mengikuti kondisi psikologi masyarakat.
Berikut adalah beberapa arti yang bisa kita temukan saat daring di situs pencarian.
1. Kebenaran seseorang yang jelas ada tidak dibicarakan namun kesalahan yang sangat kecil dibesar-besarkan. (id.wikiquote.org)
2. Dapat melihat kekurangan atau kesalahan orang lain sekecil apapun namun kekurangan diri sendiri tidak disadari. (www.organisasi.org)
3. Kesalahan (kekurangan) orang lain walaupun kecil sekali akan kelihatan, tetapi kesalahan (kekurangan) sendiri (meskipun besar) tidak kelihatan. (www.kamusbesar.com)
Demikian pembahasan tentang asal usul peribahasa gajah dan kuman. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membuka wawasan.
Salam literasi!
Pengunjung Galeri Nio. Siapa yang tidak pernah mendengar peribahasa tersebut. Bukan hanya ketika pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung di ruang kelas, bahkan dalam lingkungan masyarakat pun sering diucapkan. Namun, tahukah kalian sejak kapan peribahasa tersebut ada? Siapa yang mengutarakannya kali pertama? Dan apa makna sebenarnya peribahasa ini?
Sebelum mengungkap misteri tersebut, mari kita kupas arti peribahasa serta filosofi gajah dan kuman.
Berdasarkan KBBI, peribahasa adalah:
1. kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, dan perumpamaan);
2. ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
Setelah mengetahui arti peribahasa, selanjutnya adalah filosofi gajah dan kuman.
Gajah. Ukurannya tidak lebih besar dari paus. Namun, keberadaannya lebih mudah ditemukan oleh manusia, sehingga pemilihan sosok gajah sebagai ibarat dalam sebuah ungkapan akan lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Kuman. Tidak perlu diadakan kontes pemilihan untuk mengesahkan kuman sebagai makhluk terkecil. Wujudnya yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dirasa cukup untuk menggambarkan sesuatu yang tidak bisa dilihat secara langsung.
Sejak kapan peribahasa tersebut ada? Siapa yang kali pertama mengutarakannya?
Menurut suatu riwayat, peribahasa ini kali pertama diucapkan oleh seorang ulama muslim zaman dulu, yang berdiam di benua Asia bagian barat. Kemudian menyebar ke berbagai daerah hingga akhirnya sampai di Indonesia.
Apakah maksud atau arti dari peribahasa tersebut?
Merujuk pada riwayat asal muasalnya, peribahasa ini memiliki arti; Jangan melihat kebaikan diri sendiri meski sebesar/sebanyak apapun, tapi lihatlah kebaikan orang lain meskipun itu sangat kecil/sedikit.
Sejalan dengan bergulirnya waktu, peribahasa ini mengalami pergeseran susunan dan makna. Pergeseran ini terjadi akibat adanya perbedaan kondisi wilayah dan masyarakat. Ada yang membalik susunan peribahasa ini menjadi "Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak". Arti dari peribahasa ini juga berubah mengikuti kondisi psikologi masyarakat.
Berikut adalah beberapa arti yang bisa kita temukan saat daring di situs pencarian.
1. Kebenaran seseorang yang jelas ada tidak dibicarakan namun kesalahan yang sangat kecil dibesar-besarkan. (id.wikiquote.org)
2. Dapat melihat kekurangan atau kesalahan orang lain sekecil apapun namun kekurangan diri sendiri tidak disadari. (www.organisasi.org)
3. Kesalahan (kekurangan) orang lain walaupun kecil sekali akan kelihatan, tetapi kesalahan (kekurangan) sendiri (meskipun besar) tidak kelihatan. (www.kamusbesar.com)
Demikian pembahasan tentang asal usul peribahasa gajah dan kuman. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membuka wawasan.
Salam literasi!
Keren 👍👍👍
ReplyDeleteTerima kasih 😊🙏
Delete😍😍
ReplyDelete😍😉
DeleteSadar diri itu perlu sblum menilai org lain 👍💪
ReplyDelete😊🙏 semangat
DeleteLagi-lagi saya tergila-gila gambarnya 😍
ReplyDeleteAh~ jadi malu 🙈
DeleteMantap 😁😁😁
ReplyDeleteThank you 😁
Delete🐘🐋🐳 sama2 biru, beneran gede gajah t mb nio? 🤣😁🤗😅 aku mau digambarin juga
ReplyDeleteHe?? Plg gede paus biru c, eh ada megalodon jg y
DeleteMbak, gendhukku ajari nggambar ya. Galfok akunya
ReplyDelete😅 rumah kita berjauhan
Delete