#54 MTBJDT: Bagian 5 Fatal

Keempat petugas polisi duduk mengelilingi satu meja. Netra mereka lekat memandangi empat ponsel, delapan lembar foto, dan setumpuk kertas. Hanya terdengar deru napas dan gumaman yang samar.

"Gila!" Brian menggebrak meja. "Bagaimana bisa bukti sepenting ini datang lewat kurir dari pengirim anonim?"

Keempat ponsel tersebut terbukti milik keempat korban. Petugas Lilis dan Ayu sudah mengonfirmasi serta mencetak daftar panggilan yang tersimpan maupun yang dihapus. Pesan singkat undangan resital juga ada.

"Bagaimana cara melaporkannya pada Pak Wachid?" Lutfi mengernyitkan dahi. Kepalanya miring ke kiri dan kedua lengannya dilipat di depan dada. "Kalau jujur, bukannya malah dipuji malah akan digetok pakai sol sepatu."

"Apa kita harus mengarang indah?" Ayu melihat ke arah Brian.

"Kalau ketahuan, bisa kena sanksi disiplin kita."

Dengan mengambil risiko diomeli Komisaris Wachid, Brian dan Lutfi melaporkan dengan sebenar-benarnya. Dan benar, mereka dikuliahi hingga dua jam.

***

"Baiklah! Sambil menunggu surat perintah penangkapan turun, kita reka ulang kasus ini dengan rinci," ujar Brian semangat.

Dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 2 Agustus, berlangsung acara peluncuran buku dan pelatihan menulis. Lalu tanggal 9, 16, 25, dan 30 September ditemukan empat korban pembunuhan yang ternyata pernah mengikuti acara tersebut. Ponsel dan akun media sosial korban menghilang. Setelah melakukan investigasi, ada peserta yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan.

Pelaku mengirim pesan teks undangan resital amal pada sasarannya. Korban yang merasa mengenal pelaku tidak menaruh curiga sedikitpun dan mendatangi pelaku. Begitu bertatap muka, pelaku membekap korban dan mematahkan kedua lengannya. Setelah itu, korban dicekik sampai mati.

Jenazah korban dibawa ke taman umum dengan melewati jalan yang tidak terpantau CCTV. Jenazah ditata sedemikian rupa agar terlihat seperti orang yang sedang tidur.

"Tapi ... siapa yang menemukan ponsel-ponsel ini? Fotonya juga! Apa tujuannya baru mengirim paket ini sekarang? Bukannya sebulan yang lalu saat proses penyelidikan dimulai?"

Semua terdiam. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Lutfi tersebut. Namun, tersangka tidak mungkin merencanakan sebuah pembunuhan yang rapi seperti ini sendiri. Cara berpikir mereka tidak mungkin sampai. Pasti ada yang mengarahkan tindakan keduanya.

Setelah melakukan pemeriksaan latar belakang, akhirnya Tim Pemburu menemukan dalang dibalik kejadian ini. Sang penggerak wayang di balik layar. Dan dalam waktu singkat, para tersangka berhasil dibekuk oleh pihak kepolisian Kota Abstrak.

Kini, tiga orang yang sebelumnya berstatus saksi telah duduk di kursi pesakitan. Mereka diinterogasi di ruang khusus dengan cara yang lebih kasar dan mengancam.

"Apa alasanmu mencekik korban sampai mati?" Brian menatap Rizky dengan mata nyalang. Namun yang ditatap malah melirik ke kanan kiri tanpa terucap sepatah kata. "JAWAB!"
Rizky berjingkat. "Ka-karena itu menyenangkan! Ada rasa geli di jari. Tak ... tak ... tak, lalu lenyap."

Di ruang pantau, tiga petugas mengernyit. "Dia psikopat apa?!" Lutfi geram.

"Apa kau yang mematahkan lengan mereka?"

"Hmm ... mereka tidak bisa diam. Bergerak-gerak terus, kasihan Rizky. Jadi aku membantu," tukas Rifqi.

Ketiga pemantau menepuk jidat. "Kejam banget orang yang memanfaatkan kepolosan mereka." Ayu dan Lilis menatap iba Si kembar.

Berikutnya giliran Sang dalang. Wanita paruh baya berbadan subur itu menunduk dalam.

"Bu Yulia, anda adalah pelaku pembakaran panti asuhan Kasihan lima belas tahun yang lalu bukan?" Brian bertanya tanpa melihat tersangka. Tangannya sibuk membolak-balik kertas yang dijepit di papan mika. "Anda sebagai pengelola panti sengaja menyulut insiden itu untuk menutupi kematian seorang anak yang dibunuh oleh Si kembar."

Yulia mulai cemas. Bibirnya bergetar. Dia tidak berani membalas tatapan Brian. "Entah apa yang membuat anda melindungi keduanya, tapi hal itu tidak bisa dibenarkan.

Anda memanfaatkan daftar hadir peserta sebagai alat memilih calon korban agar sesuai dengan keinginan Si kembar. Karena keduanya sangat menyukai Athan, tokoh utama novel Manusia Amatir, anda memilih korban dengan urutan inisial yang sama.

Tapi ... ada hal yang tidak bisa dimengerti. Apa hubungan anda dengan N? Mengapa cara kematiannya berbeda?"

"... Dia mengancam dan memeras saya, dia bilang akan membongkar insiden lima belas tahun silam,"jawab Yulia terbata.

"Begitu ya! Jadi ada motif balas dendam. Lalu ... mengapa anda menyuruh Si kembar meletakkan tiga jenazah di taman?"

Air muka Yulia berubah. "Apa? Itu ... saya tidak terlalu yakin, sepertinya ide itu muncul begitu saja saat acara di aula Tokyo."

Brian mengambil sebuah foto dan menunjukkannya pada Yulia. "Anda tahu apa ini?"

"Pretel? ... Apa itu, Pak?" Wajah Yulia jelas memperlihatkan ketidaktahuan.

Tim Pemburu sudah tahu apa maksud coretan pada kertas kusut tersebut. Namun, jika Yulia tidak tahu. Lalu apa maksud N menyembunyikan tulisan ini?

***

AKP Wachid tampil di teve. Kepolisian mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan selesainya kasus pembunuhan berantai dengan menetapkan tiga tersangka sebagai pelaku utama. Tulisan PRETEL dalam secarik kertas itu dianggap bukti kosong dan tidak diselidiki lebih lanjut.

"Haa, akhirnya kasus ini ditutup. Case close! Aku bisa pulang seperti biasanya." Brian tersenyum puas sambil meregangkan tangan ke atas. "Hmm, tapi ... entah kenapa rasanya masih ada yang mengganjal."

"Sembelit, ya Pak?" Celetuk Lutfi.

"Iya mungkin, beberapa hari aku belum B-"

Tangan Brian auto melayang menepuk lengan Lutfi.

Plak

"Kau ini!" Ujar Brian gemas. "Ayo makan ayam!"

"Saya lagi ingin rujak cingur, Pak!" Lutfi meringis.

Belum sempat beranjak dari kursi, Lilis menahan langkah mereka dengan sebuah panggilan yang melengking.

"PAK! COBA LIHAT INI!"

"Ada apa?"

"Lho, kog wajahnya beda? Data para saksi yang kemarin mana?" Lutfi mulai panik.

"Ada di sin-, ... Lho, map kuningnya di mana?" Ayu celingukan mencari.

"Bagaimana ini, Pak? Kenapa wajah tiga perempuan ini berbeda dengan yang kita panggil kemarin?" Lutfi gemetaran. Sementara Brian menggigiti ujung kuku jempol tangan tangan.

"Kalau mereka tiga Bu Joko yang asli. Lalu siapa ketiga perempuan kemarin?"

Bersambung >>

Comments

  1. Aku suka baca cerita detektif, tapi agak 'lola' jadi harus baca ulang baru ngerti.. keren, mbak ceritanya. Aku tunggu bukunya deh^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah 😊, terima kasih mbak

      Aamiin semoga terlaksana😁

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

#24 Penduduk Nganjuk dan Kesenian Daerahnya

#23 Bentang Alam dan Pembagian Wilayah Kabupaten Nganjuk

#25 Tujuh Belas Tempat Wisata Populer Nganjuk